Dilihat dari
segi kebahasaan, kata “penerjemahan” berasal dari kata Arab tarjamah (kata
benda) atau tarjama (kata kerja), dan padanannya dalam bahasa Inggris adalah
translation (kata benda) yang berasal dari kata kerja translate. Majdī Wahbah
dan Kāmil al-Muhandis menerjemahkan kata tarjamah atau translation itu dengan
“menuliskan kembali pokok bahasan tertentu dalam bahasa selain bahasa aslinya.”
Sementara itu
A. S. Hornby, E. V. Gatenby dan H. Wakefield dalam kamusnya memberikan tiga
macam makna kata kerja translate sebagai berikut:
1. give the
meaning of something said or written in another language.
2. interpret,
clarify (somebody’s behaviour, etc.).
3. remove (the
bishop) to a different see.
Sedangkan
Roget’s Thesaurus menyebutkan kata kerja eccleciasticize sebagai padanan kata
kerja translate, kata transference dan transliteration sebagai padanan kata
benda translation dan kata interpreter sebagai padanan kata translator.
Dari uraian
tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menerjemahkan bisa berarti:
1.
mengalihbahasakan (termasuk alih huruf atau transliterasinya) sesuatu yang
dikatakan
atau ditulis dalam bahasa tertentu ke dalam
bahasa lain.
2.
menafsirkan, atau menjelaskan (sesuatu yang kurang atau tidak jelas)
3.
menceriterakan sesuatu, dan
4. memindahkan
penjabat agama (uskup) dari wilayah keuskupan tertentu ke wilayah
keuskupan lainnya.
Di antara
keempat arti tersebut, dua yang disebut pertama memiliki relevansi tinggi dengan
pokok bahasan sekarang. Karena itu dua arti itulah yang untuk selanjutnya
dipergunakan dalam makalah ini.
Dilihat dari
cara penerjemahannya, terjemahan bisa dibedakan menjadi dua macam: terjemahan
harfiah (at-tarjamatul-harfiyyah, loan transition atau word-for-word
translation).[12] Terjemahan harfiah adalah terjemahan dari satu bahasa ke
bahasa lain dengan tidak mengubah bentuk, pola dan susunan katanya serta pola
kalimatnya. Contoh terjemahan harfiah adalah Al-Qur’än dan Terjemahnya,
terjemahan tim Departemen Agama. Sedangkan terjemahan bebas adalah terjemahan
yang hanya terikat dengan makna aslinya tetapi tidak terikat baik dengan bentuk
dan susunan katanya maupun dengan pola kalimatnya. Karena itu terjemahan bebas
sering dikenal juga dengan sebutan tarjamah ma‘nawiyyah. Contoh terjemahan
bebas adalah Al-Qur’ān Bacaan Mulia, terjemahan H. B. Jassin.
Terjemahan
harfiah, walaupun sering dianggap sangat bermanfaat untuk mempertahankan
keaslian karya yang diterjemahkan, dalam kenyataannya tidak selamanya benar dan
bahkan, dalam banyak hal, tidak hanya membingungkan pembacanya tetapi juga
merusak bahasa terjemahannya. Hal ini, sebagaimana akan dijelaskan lebih
lanjut, disebabkan oleh kenyataan bahwa terjemahan harfiah cenderung memaksakan
pola bahasa asing ke dalam bahasa terjemahan. Karena pada dasarnya setiap
bahasa merupakan sistem dengan sub-sub sistemnya yang sering berbeda-beda
antara satu bahasa dengan bahasa lainnya, maka setiap penerjemah dan penyadur
seharusnya menguasai, minimal, dua bahasa sekaligus: bahasa sumber yang
diterjemahkan [dalam hal ini bahasa Arab dan Inggris] dan bahasa reseptor atau
bahasa terjemahannya, yaitu bahasa Indonesia. Penguasaan yang tidak sempurna
terhadap salah satu di antara bahasa-bahasa tersebut cenderung menimbulkan kesalahan
dalam penerjemahan atau penyaduran yang dilakukannya.
Memang
penerjemah dituntut untuk mengalihkan baik isi maupun bentuk bahasa sumber ke
dalam bahasa reseptornya, tetapi pekerjaan ini jelas sangat sulit, kalau tidak
bisa disebut sama sekali tidak mungkin. Perlu dijelaskan bahwa, bagaimanapun
juga, terjemahan tidak akan sama persis dengan aslinya baik dalam makna maupun
gaya bahasanya. Karena itu target minimal yang seharusnya dicapai oleh setiap
penerjemah adalah pengalihan makna dan gaya yang paling mirip dengan aslinya
itu. Bila suatu terjemahan secara keseluruhan tidak mengikuti atau tidak sesuai
dengan gaya bahasa aslinya, maka terjemahan semacam itulah yang dikenal sebagai
saduran.
Menerjemahkan
berarti: (1) Mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan
konteks bahasa sumber. (2) Menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan
maknanya, dan (3) Mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan
leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks
budayanya (Bahasa Terjemahan).
Tujuan penerjemahan adalah untuk
menciptakan relasi yang sepadan dan intent antara teks sumber dan teks sasaran
agar diperoleh jaminan bahwa kedua teks tersebut mengkomunikasikan pesan yang
sama (Terjemahan Bahasa).
Di kalangan ilmuwan, hampir
terjadi kesepakatan bahwa ada perbedaan antara penerjemahan (Penterjemah
Bahasa) dan interpretasi. Istilah penerjemahan dipakai untuk menyebut aktivitas
memindahkan gagasan dalam bentuk tertulis dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Adapun interpretasi dipakai untuk menyebut aktivitas memindahkan pesan secara
lisan atau dengan menggunakan isyarat dari satu bahasa ke bahasa lainnya.
Dengan demikian, aktivitas seorang penerjemah selalu terkait dengan teks
tertulis, sementara aktivitas seorang interpretator atau juru bicara selalu
terkait dengan pengalihan pesan secara lisan (Penterjemah Bahasa).
Secara sekilas, penerjemahan dan
interpretasi hampir sama, yang berbeda hanya media yang digunakan. Dalam
penerjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan interpretasi
menggunakan media lisan. Namun demikian, keterampilan yang dibutuhkan oleh
seorang translator berbeda dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
interpretator. Seorang penerjemah dituntut untuk mahir dalam menulis atau
mengungkapkan gagasan dalam bahasa sasaran secara tertulis. Dia juga harus
mahir memahami teks bahasa sumber dan budayanya, juga mampu menggunakan kamus
dan referensi lainnya. Sementara seorang interpreter (juru bicara) harus mampu
mengalihkan isi informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran secara langsung
tanpa bantuan kamus. Dia juga harus mempunyai keterampilan dalam mengambil
keputusan secara tepat dalam waktu yang sangat singkat.
Definisi Interpretasi
Interpretasi adalah suatu proses
untuk menyederhanakan ide-ide atau issu-issu yang rumit dan kemudian membaginya
dengan masyarakat awam/umum. Suatu interpretasi yang baik adalah suatu
interpretasi yang dapat membangun hubungan antara audiens dengan obyek
interpretasi. Apabila dilakukan secara efektif, interpretasi dapat digunakan
untuk meyakinkan orang lain, dapat mendorong orang lain untuk merubah cara
berpikir dan tingkah laku mereka. Interpretasi adalah pelayanan kepada kelompok
sasaran yang datang ke taman-taman, hutan, tempat-tempat yang dilindungi dan
rekreasi yang lain, karena kelompok sasaran selain ingin bersantai atau mencari
inspirasi juga mempunyai keinginan untuk mempelajari tentang alam, atau
kebudayaan. Sumberdaya alam yang ingin dilihat dapat berupa proses geologis,
satwa, tumbuhan, kominitas ekologis, atau sejarah manusia.
Interpretasi
adalah suatu mata rantai komunikasi antara pengunjung dan sumberdaya yang ada
(Sharpe, 1982). Sedangkan Tilden (1957) yang disebut juga Bapak Interpretasi
menyatakan bahwa Interpretasi lingkungan adalah suatu aktivitas pendidikan
untuk mengungkapkan arti dan hubungan antara obyek alami dengan kelompok
sasaran, dengan pengalaman tangan pertama, dan dengan penggambaran media
(ilustrasi) secara sederhana. Harold Walin (dalam Sharpe, 1982), Kepala Taman
Metropolitan Cleveland, mengatakan bahwa “Interpretasi adalah suatu cara
pelayanan untuk membantu kelompok sasaran supaya tergugah rasa sensitifnya
dalam merasakan keindahan alam, kekomplekannya, variasinya dan hubungan
lingkungan, rasa kagum dan mempunyai keingintahuan. mengembangkan persepsinya.
Kita sering
mempertanyakan apa sebenarnya perbedaan antara informasi, pendidikan lingkungan
dengan interpretasi. Informasi adalah sesuatu yang disampaikan kepada kelompok
sasaran atau kelompok sasaran seperti keadaan aslinya yaitu misalnya suatu
fakta, gambar-gambar dan tanggal-tanggal. Sebagai contoh, buku panduan satwa
memberikan informasi mengenai jenis satwa, dan biasanya tidak ada
interpertasinya. Interpretasi terdiri dari informasi. Interpretasi bukanlah apa
yang anda sampaikan pada kelompok sasaran akan tetapi bagaimana cara anda
menyampaikan informasi tersebut kepada kelompok sasaran.
Hal itu semua akan membantu
kelompok sasaran untuk merasakan lingkungan sebagai rumahnya dan dapat
disampaikan melalui pendekatan instruksional atau dengan menggunakan pendekatan
interpretive. Suatu hal yang harus diingat bahwa interpretasi merupakan proses
komunikasi. Jika proses dalam menyampaikan informasi mengenai lingkungan
berjalan dengan baik sehingga berguna bagi kelompok sasaran maka “pendidikan”
lingkungan akan terjadi. “pendidikan” akan terjadi apabila kelompok sasaran:
1) Menerima pesan yang
disampaikan
2) Memahami pesan yang
disampaikan
3) Mengingat pesan yang
disampaikan
4) Ada kemungkinan untuk menggunakan
informasi tersebut. Dalam interpretasi digunakan teknik pemasaran dan
periklanan, strategi jurnalistik dan strategi komunikasi lainnya. Interpretasi
adalah suatu komunikasi dengan menggunakan pengalaman yang menyenangkan.
Teknik Interpretasi
Untuk melaksanakan kegiatan
interpretasi tersebut bisa dilakukan dengan beberapa cara/teknik. Menurut
Sharpe (1982) secara garis besar terdapat dua macam teknik interpretasi. a.
Teknik secara langsung (attended service) Adalah kegiatan interpretasi yang
melibatkan langsung antara interpreter (penginterpretasi), kelompok sasaran
dengan obyek interpretasi yang ada sehingga kelompok sasaran dapat secara
langsung melihat, mendengar atau bila mungkin mencium, meraba dan merasakan
obyek-obyek intrepretasi yang dipergunakan dan biasanya dengan tahap
pelaksanaan sebagai berikut: 1) Informasi Kelompok sasaran akan mendapatkan
informasi tentang obyek yang akan dikunjungi. 2) Rencana kegiatan pelaksanaan
program akan dijelaskan pada suatu pusat pengunjung atau dikenal juga dengan
nama pusat informasi, jadi kelompok sasaran sudah lebih dulu mengetahui program
interpretasi yang dipilih dan garis besar rencana perjalanannya. 3) Penyampaian
uraian-uraian Dilakukan oleh interpreter pada saat melaksanakan program
interpretasinya. Dengan adanya kontak antara kelompok sasaran dengan
penginterpretasi maka ada suatu komunikasi langsung, dan disini peran seorang
penginterpretasi sangat besar untuk dapat mengungkapkan secara menarik semua
potensi dalam suatu kawasan. Seorang penginterpretasi yang baik harus dapat
membuat suasana yang santai sehingga kelompok sasaran akan dapat bebas bertanya
ataupun dapat mengutarakan keluhan-keluhannya. Interpretasi secara langsung
dapat berupa: a) Tamasya keliling atau berjalan-jalan dengan interpreter wisata.
Kelompok
sasaran dalam kelompok-kelompok atau perorangan yang bergabung membentuk suatu
rombongan berjalan-jalan atau dengan kendaraan mendatangi obyek-obyek
interpretasi dengan dipandu oleh penginterpretasi dan mengikuti salah satu
program penginterpretasi yang sudah disusun. Kegiatan ini merupakan suatu
kegiatan interpretasi dengan melakukan pergerakan atau perjalanan. Terdapat 3
karakteristik dalam kegiatan ini yaitu peserta berpindah dari satu tempat ke
tempat lain, terdapat beberapa tempat istirahat atau pemberhentian untuk
menunjukkan suatu obyek di lokasi tersebut dan untuk kegiatan ini diperlukan
komitmen lebih dari peserta karena mereka memerlukan waktu dan energi yang
lebih banyak untuk berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Ada beberapa contoh
dari perjalanan ini yaitu : Berjalan menyusuri jalur untuk mengamati hewan dan
tumbuhan yang terdapat di jalur tersebut serta bagaimana mereka berinteraksi.
Memandu kelompok sasaran mendatangi area persemaian, kebun atau area
demonstrasi lainnya. Berjalan memalui suatu kawasan dan menjelaskan mengenai
sejarah atau kondisi dari kawasan tersebut. Memandu kelompok sasaran untuk
melihat – lihat di wisma cinta alam atau pameran yang telah disiapkan. Agar
suatu perjalanan lebih efektif maka perencana harus merencanakannya dengan
seksama mulai dari awal hingga akhir. Persiapkan jalur interpretasi, tanda –
tanda dan apabila memungkinkan disusun brosur yang menjelaskan mengenai
kegiatan perjalanan tersebut. Untuk perjalanan di luar ruangan, interpreter
atau fasilitator perlu melakukan uji coba di rute yang dipilih sebanyak
beberapa kali untuk melihat kondisi dan situasi secara menyeluruh, membuat
catatan mengenai hal – hal khusus yang dapat membahayakan peserta dan lain –
lain. Satu hal yang harus diingat oleh interpreter atau fasilitator bahwa
melakukan perjalanan dengan sekelompok orang akan memakan waktu yang lebih
banyak daripada melakukan perjalanan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar