Suatu
interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran
informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.
Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai
bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik
secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan
menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.
Tujuan interpretasi biasanya
adalah untuk meningkatkan pengertian, tapi kadang, seperti pada propaganda atau
cuci otak, tujuannya justru untuk mengacaukan pengertian dan membuat
kebingungan.
Beragam pandangan ahli tentang
penafsiran hukum atau interpretasi hukum menimbulkan banyak teori, metode, atau
jenis-jenis penafsiran hukum. Beragamnya pembagian metode penafsiran hukum itu
patut diduga karena terdapat perbedaan ukuran general dan khususnya kategori
yang digunakan.
Adapun jenis-jenis metode
penafsiran dan konstruksi hukum yang
biasanya dipakai, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Metode interpretasi menurut
bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran yang menafsirkan Undang-undang
menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada undang-undang. Hakim wajib
menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum. Syarat
yang harus dipenuhi dalam melakukan penafsiran menurut bahasa ini adalah
penjelasan itu harus bersifat logis, oleh karenanya metode ini juga disebut
metode objektif.
2. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang
menafsirkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum
atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum. Karena,
terbentuknya suatu undang-undang pada hakikatnya merupakan bagian dari
keseluruhan sistem perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak mungkin ada
satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sebagai konsekuensi logis dari berlakunya suatu
sistem perundang-undangan maka untuk menafsirkan undang-undang tidak boleh
menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan itu. Oleh karena itu
interpretasi sistematis ini disebut juga interpretasi logis.
3. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang
dengan cara meninjau latar belakang sejarah dari pembentukan atau terjadinya
peraturan undang-undang yang bersangkutan.
Interpretasi bahasa hukum
Dalam ilmu hukum interpretasi historis dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Penafsiran menurut sejarah
penetapan suatu undang-undang (Wethistoirsche interpretatie) yaitu penafsiran
Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat,
perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau
penjelasan dari pembentuk Undang-undang pada waktu pembentukannya. Interpretasi
menurut sejarah undang-undang ini disebut juga interpretasi subjektif karena
penafsiran rnenempatkan pada pandangan
subjektif pembuat undang-undang. Dengan demikian interpretasi menurut sefarah
undang-undang merupakan lawan dari interpretasi gramatikal yang disebut sebagai
metode penafsiran objektif.
b. Penafsiran menurut sejarah
hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu penafsiran yang dilakukan
dengan cara memahami undang-undang dalam konteks sejarah hukum. Pemikiran yang
mendasari diterapkannya metode interpretasi ini adalah anggapan bahwa setiap
undang-undang selalu merupakan reaksi dari kebutuhan sosial yang memerlukan
pengaturan. Setiap pengaturan dapat dipandang sebagai langkah dalam
perkembangan sosial masyarakat sehingga langkah itu maknanya diketahui. Hal ini
meliputi semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan undang-undang.
4. Metode Interpretasi secara
Teleologis atau Sosiologis yaitu cara penafsiran suatu ketentuan undang-undang
untuk mengetahui makna atau yang didasarkan pada tujuan kemasyarakatan. Metode
interpretasi undang-undang diterapkan pada suatu undang-undang yang masih berlaku
tetapi kurang berfungsi karena tidak sesuai lagi dengan keadaan jaman. Terhadap
undang-undang yang ada diupayakan (melalui penafsiran) untuk dapat digunakan
terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan lingkungan masa kini dengan tidak
memperhatikan apakah itu pada saat diundangkannya sudah dikenal atau tidak.
Dengan lebih sederhana pengertian metode interpretasi teleologis atau
sosiologis dapat dikemukakan yaitu merupakan upaya menyesuaikan peraturan
perundang-undangan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Keadaan
undang-undang yang sebenamya sudah tidak sesuai lagi dengan zaman dijadikan
alat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi pada saat sekarang.
5. Interpretasi Antisipatif
atau Futuristis yaitu cara penafsiran
yang menjelaskan ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada
undang-undang yang belum mempunyai kekuatan berlaku, yaitu dalam rancangan
undang-undang.
6. Interpretasi
Evolutif-Dinamikal yaitu apabila hakim dalam putusannya memerikan makna sangat
menentukan (yang melakukan terobosan) pada perkembangan hukum yang terjadi setelah (kemunculan atau keberlakuan)
aturan-aturan hukum tertentu.
7. Interpretasi Restriktif
dan Ekstensif. Ditinjau dari hasil penemuannya, suatu penafsiran undang-undang
dapat dibedakan ke dalam interpretasi restriktif dan ekstensif. Interpretasi
restriktif adalah sebuah perkataan diberi makna sesuai atau lebih sempit dari
arti yang diberikan pada perkataan itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan
dalam pada perkataan itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan dalam
percakapan sehari-hari, sedangkan interpretasi ekstensif adalah sebuah
perkataan diberi makna lebih luas ketimbang arti yang diberikan pada perkataan
itu menurut kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan sehari-hari.
8. Metode Konstruksi Analogi
yaitu merupakan metode penemuan hukum dengan cara memasukan suatu perkara ke
dalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya
tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan.
9. Metode Konstruksi argumentum
a contrario yaitu merupakan metode konstruksi
yang memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang
dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan
perlawanan ini ditarik suatu kesimpulan bahwa perkara yang dihadapi tidak
termasuk kedalam wilayah pasal tersebut.
10. Metode Konstruksi Penghalusan hukum yaitu merupakan metode yang
mengeluarkan masalah yang dihadapinya sebagai perkara dari lingkup
perundang-undangan yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar